India launches LLDPE anti-dumping investigation with revised scope
India’s CPMA files petition for anti-dumping probe on LLDPE imports from seven countries

Direktorat Jenderal Remedi Perdagangan India (DGTR) memulai penyelidikan anti-dumping terhadap impor linear low-density polyethylene (LLDPE) dari enam negara di Teluk Timur Tengah dan Asia Tenggara, menanggapi tekanan meningkat dari produsen lokal terkait dugaan praktik penetapan harga yang merugikan.
Pemberitahuan resmi yang diterbitkan pada 30 Juni 2025 menyebutkan Kuwait, Malaysia, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab sebagai negara yang menjadi target dalam penyelidikan ini. Tindakan ini mengikuti petisi yang diajukan Asosiasi Produsen Kimia dan Petrokimia (CPMA) atas nama produsen lokal utama Haldia Petrochemicals Ltd (HPL) dan HPCL-Mittal Energy Ltd (HMEL), dengan dukungan dari Reliance Industries Ltd.
Dalam perubahan signifikan pengajuan awal, DGTR memperluas penyelidikan mencakup dua kode tarif: HS 3901 10 10 dan 3901 40 10. Kode terakhir sebelumnya tidak termasuk dalam petisi awal, yang menunjukkan upaya lebih komprehensif mengatasi potensi penghindaran atau volume yang dilaporkan secara tidak lengkap.
Menariknya, Singapura yang awalnya masuk dalam daftar petisi dikeluarkan dari penyelidikan akhir. Meskipun tidak ada penjelasan resmi diberikan, pengamat pasar menafsirkan penghapusan ini sebagai cerminan dari pola perdagangan berubah atau pertimbangan diplomatik.
Produsen lokal mengklaim praktik pemotongan harga agresif oleh eksportir luar negeri merusak kelayakan produksi lokal, bahkan ketika kapasitas LLDPE India meningkat mengikuti peluncuran komersial HMEL pada Agustus 2023. Para pemohon berargumen harga impor yang ditekan menggerus margin dan mendistorsi dinamika pasar yang sehat.
Penyelidikan ini akan mencakup periode dari 1 Januari hingga 31 Desember 2024, dengan penilaian kerugian yang mencakup tiga tahun keuangan dari 2021–22 hingga 2023–24, selain periode penyelidikan ditetapkan.
Pihak-pihak yang berkepentingan termasuk eksportir, importir, industri pengguna, dan pemerintah asing memiliki waktu 30 hari untuk mengajukan tanggapan dan bukti pendukung. Ketidakkooperatifan bisa mengakibatkan DGTR menggunakan informasi terbaik yang tersedia dalam pengambilan keputusan.