China’s sanctions on Hanwha Ocean’s US units raise fears of higher shipping costs
China’s decision to sanction five US-based subsidiaries of South Korean shipbuilder Hanwha Ocean has intensified concerns over rising global shipping costs, as escalating trade tensions

Keputusan China menjatuhkan sanksi terhadap lima anak perusahaan berdiri di AS milik perusahaan galangan kapal Korea Selatan, Hanwha Ocean, meningkatkan kekhawatiran atas kenaikan biaya pengiriman global. Ketegangan dagang semakin meningkat antara Beijing dan Washington dikhawatirkan akan mengganggu logistik maritim dan aliran perdagangan internasional.
Sanksi diumumkan Kementerian Perdagangan China itu menargetkan Hanwha Shipping LLC, Hanwha Philly Shipyard Inc., Hanwha Ocean USA International LLC, Hanwha Shipping Holdings LLC, dan HS USA Holdings Corp. Perintah berlaku segera ini melarang perusahaan dan individu China melakukan bisnis dengan entitas itu.
Beijing menyatakan langkah ini diambil untuk melindungi kedaulatan dan keamanan nasional, dengan menuduh anak perusahaan itu membantu otoritas AS dalam penyelidikan terhadap industri maritim dan galangan kapal China.
Langkah ini datang bersamaan dengan serangkaian tindakan pembalasan berupa pungutan biaya pelabuhan yang bisa meningkatkan biaya pengiriman di jalur perdagangan utama. Beijing mengonfirmasi pihaknya mulai mengenakan biaya pelabuhan tambahan pada kapal-kapal yang terkait dengan AS, sementara kapal buatan China dibebaskan dari biaya itu sebagai tanggapan langsung terhadap keputusan Washington baru-baru ini menaikkan biaya bagi kapal-kapal China yang bersandar di pelabuhan AS.
Pengamat pasar mengatakan aksi balas-membalas ini dapat memperketat kapasitas pengiriman global dan mendorong kenaikan tarif pengiriman keseluruhan, khususnya rute jarak jauh yang menghubungkan Asia dan Amerika Utara. Biaya kepatuhan dan transit lebih tinggi juga diperkirakan akan berdampak pada eksportir dan importir regional dalam bentuk kenaikan nilai CIF (Cost, Insurance and Freight).
Perselisihan ini terjadi di saat China juga memperluas daftar hitam perusahaan-perusahaan AS dan memperketat pembatasan ekspor atas logam tanah jarang, yang memicu ancaman baru dari pemerintah AS untuk menggandakan tarif atas impor China. Beijing membela tindakannya sebagai “langkah sah” untuk melindungi kepentingan nasional.
Analis mencatat memburuknya hubungan dagang ini bisa mengubah perilaku pasar, di mana pembeli China kemungkinan akan memilih galangan kapal lokal daripada mitra dari AS seperti Korea Selatan atau Jepang guna mengurangi risiko terkena sanksi. Perkembangan ini juga dapat memberikan ruang bagi perusahaan pelayaran China untuk menaikkan tarif pengiriman seiring meningkatnya hambatan operasional.
Mengingat lebih dari 80% barang dunia dikirim melalui laut, setiap kenaikan biaya maritim berkelanjutan bisa berdampak luas pada rantai pasok manufaktur dan komoditas di seluruh Asia. Menurut data Clarksons, dalam sektor galangan kapal, China memegang pangsa pasar global sebesar 34,8%, diikuti oleh Korea Selatan sebesar 30,9%, yang menyoroti pentingnya industri ini bagi kedua negara.
Dalam perdagangan poliolefin regional, penjual China bisa menghadapi tekanan menurunkan penawaran Free on Board (FOB) guna menahan daya saing ekspor, sementara harga CIF tujuan seperti Vietnam dan Indonesia kemungkinan akan naik seiring penyesuaian biaya pengiriman dan asuransi.
Secara terpisah, Kementerian Transportasi China menyatakan meluncurkan investigasi terhadap dampak penyelidikan AS berdasarkan Section 301 terhadap sektor pengiriman dan galangan kapal China, termasuk apakah ada perusahaan atau individu yang terlibat dalam “tindakan pembatasan diskriminatif” terhadap rantai pasok maritim China.
Written: Farid Muzaffar